DMC (Drug Management
Cycle)/Manajemen Siklus Obat
Berdasarkan
Undang-Undang Farmasi Rumah skit 1333/Menkes/SK/XII/1999:
Adalah
bagian tak terpisahkan dari pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada:
1.
Pasien,
2.
Penyediaan obat yang bermutu, termasuk
3.
Pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.
Agar
seorang farmasis/apoteker dapat menjalankan hal tersebut di atas maka
diperlukan suatu acuan yang disebut sebagai Drug Management Cycle dan atau
Terapeutic Cycle. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai Drug Management
Cycle.
Policy and Legal Framework dalam Drug Management Cycle merupakan suatu
sistem kebijakan yang diatur oleh undang-undang yang menjadi dasar atau acuan
untuk melakukan kegiatan kefarmasian.
Terdapat 5 faktor
utama dalam Drug Management Cycle yaitu seleksi (selection), pengadaan
(procurement), distribusi (distribution), penggunaan (use) dan manajemen
pendukung (management support). Dari kelima faktor tersebut, manajemen
pendukung merupakan faktor yang paling penting, ketika manajemen pendukung
tersebut baik maka keempat faktor lainnya akan baik.
1.
Manajemen pendukung
Manajemen adalah tindakan atau seni melakukan, mengatur dan
mengawasi sesuatu untuk mencapai sasaran yang efektif dan efisien, dalam hal
ini kesehatan masyarakat. Ada banyak alasan mengapa obat perlu dikelola dengan
baik dimana agar obat tersedia saat diperlukan, kuantitas mencukupi, mutu
menjamin, mendukung “good quality care” di rumah sakit, serta menambah
pendapatan rumah sakit swasta. Dari sisi manjemen dan keuangan diantaranya pengurangan beban manajemen dan
administrasi, mengurangi pemborosan, menurunkan biaya pengelolaan dan investasi
obat, menghindari kekurangan obat dan menambah pendapatan rumah sakit.
Manajemen pendukung merupakan tahap pengorganisasian,
pendanaan, sumber informasi, perencanaan, evaluasi, pelayanan, penelitian dan
pengamanan yang mencakup seluru tahap Drug
Management Cycle. Perlu diingat bahwa seorang Apoteker harus memiliki
kemampuan memanage dirinya sendiri agar dapat menjadi seorang manajer yang
berbasis akan hasil. Kemampuan memanage ini dituang dalam manajemen pendukung
yang meliputi kemampuan organisasi, management keuangan yang memadai, informasi
yang terbaru dalam dunia kesehatan dan yang paling penting yaitu manusia yang
bersumber daya.
2.
Seleksi
Seleksi merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau
masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi,
bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat
esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Untuk
dapat menyeleksi suatu perbekalan farmasi yang nantinya akan direncanakan harus
terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data yang dapat memberikan gambaran
tentang kebutuhan perbekalan farmasi rumah sakit. Adanya proses seleksi obat
mengurangi obat yang tidak memiliki nilai terapeutik, mengurangi jumlah jenis
obat dan meningkatkan efisiensi obat yang tersedia. Seleksi yang baik,
penggunaan obat dan alat-alat kesehatan dapat diukur dengan baik apabila di
rumah sakit dibentuk PFT (Panitia Farmasi dan Terapi), formularium rumah sakit
dan standar terapi.
Proses penyeleksian perbekalan farmasi menurut WHO dapat
didasarkan pada kriteria berikut:
a. Berdasarkan pola penyakit dan
prevalensi penyakit (10 penyakit terbesar).
b. Obat-obat yang telah diketahui
penggunaannya (well-known), dengan profil farmakokinetik yang baik dan
diproduksi oleh industri lokal.
c. Efektif dan aman berdasarkan bukti latar
belakang penggunaan obat
d. Memberikan manfaat yang maksimal
dengan resiko yang minimal, termasuk manfaat secara financial.
e. Jaminan kualitas termasuk
bioavaibilitas dan stabilitas
f. Sedapat mungkin sediaan tunggal.
5.
Pengadaan
Pengadaan adalah suatu pelaksanaan untuk memenuhi kebutuhan
operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan
kebutuhan, penentuan sistem pengadaan/tender, menjaga kestabilan penganggaran,
menjamin kualitas obat, mengadakan penganggaran. Pengadaan dilakukan berdasarkan
perencanaan yang telah dilakukan berdasarkan epidemiologi, konsumsi atau
gabungan keduanya dan disesuaikan dana/budget yang ada untuk menghindari stock
out yang menumpuk.
Adapun metode-metode pembelian obat dan alat-alat kesehatan
di rumah sakit dapat dibagi menjadi:
a. Tender terbuka (open tender), yaitu
pembelian dengan nilai lebih dari 100 juta, dilakukan dengan pengumuman.
1) Keuntungan:
a)
stabilitas
harga terjamin dan harga lebih murah
b)
persediaan/stock
barang untuk jangka waktu tertentu terjaga (aman)
2) Kerugian:
a)
proses
lama (problem kekosongan obat)
b)
membutuhkan
tempat penyimpanan yang luas
c)
resiko
obat macet
b. Tender tertutup (restricted tender),
yaitu pembelian yang dilakukan melalui relasi saja.
c. Kontrak (competitive negotiation),
yaitu pembelian yang dilakukan dengan cara pendekatan langsung dengan rekanan
untuk tawar-menawar demi mencapai persyaratan spesifik.
1) Keuntungan:
a) bisa negosiasi harga
b) service delivery ditetapkan
2) Kerugian:
a) prosesnya lama dalam negosiasi
d. Langsung (direct procurement), yaitu
pembelian langsung ke PBF senilai kurang dari 50 juta.
1) Keuntungan:
a)
harga
tidak selalu murah
b)
prosesnya
lebih cepat
2) Kerugian:
a)
stabilitas
harga tidak terjamin
b)
administrasi
banyak dan boros
Pembelian
dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode penting untuk
mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau
lebih pemasok yang memenuhi syarat memasarkan suatu produk tertentu yang
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan apoteker. Dalam memilih pemasok, apoteker
harus mendasarkan pada kriteria berikut: harga, berbagai syarat, ketepatan
waktu pengiriman, mutu pelayanan, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang
yang dikembalikan, dan pengemasan. Akan tetapi, kriteria yang paling utama
harus selalu ditempatkan pada mutu obat dan reputasi pemanufaktur. Selain
dengan pembelian, pengadaan obat dan alat kesehatan dapat pula dilakukan dengan
cara produksi (baik steril maupun non steril) dan sumbangan/droping atau hibah.
6.
Distribusi
Distribusi obat adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan
farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. Sistem
distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada.
Distribusi obat adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi
Rumah Sakit. Apoteker dengan bantuan Panitia Farmasi dan Terapi dan bagian keperawatan
harus memberikan kebijakan dan prosedur yang lengkap, untuk distribusi yang
aman dari semua obat dan perlengkapan yang berkaitan bagi penderita rawat
inap/tinggal dan penderita rawat jalan. Distribusi obat bertujuan agar
ketersediaan obat di rumah sakit tetap terpelihara dan mutu obat tetap stabil.
Sistem distribusi obat ada 4 yaitu:
a. Unit Dispensing Dose (UDD), yaitu
obat diberikan per unit obat
b. One Dailing Dose (ODD), yaitu obat
diberikan per hari
c. Floor stock, yaitu persediaan di
ruangan
d. Individual Praescription (IP), yaitu
resep individu perorangan
Sistem
distribusi obat untuk rawat inap adalah ODD (One Dailing Dose), kelebihan dari
sistem ini yaitu dapat mengurangi resiko biaya obat karena dapat mengontrol
sudah berapa jumlah obat yang digunakan dan jika pasien boleh pulang dapat
langsung diganti dengan IP (Individual Praescription). Sedangkan sistem
distribusi obat untuk gawat darurat adalah floor stock, dimana semua obat yang
dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang tersebut atau pada setiap pos perawatan
pasien. Dikombinasi dengan UDD (Unit Dispensing Dose) yaitu sistem
pendistribusian obat untuk instalasi gawat darurat dalam pelayanan sekali
pakai.
7.
Penggunaan
Penggunaan merupakan kegiatan mulai dari pengambilan obat,
peracikan sampai penyerahan pada pasien dengan malkukan skrining resep. Rumah
sakit harus mengadakan prosedur rinci dan terdokumentasikan dalam pemberian
obat.
Untuk melakukan hal tersebut di atas perlu diperhatikan
beberapa hal berikut:
a. Semua obat yang harus diberikan oleh
perawat seperti memulai pemberian infus
parenteral, pemberian semua obat i.v dan penambahan obat pada cairan parenteral
yang mengalir harus didokumentasikan dan dilakukan oleh perawat yang terlatih
dan memiliki izin dari rumah sakit
sesuai dengan undang-undang, dan peraturan kebijakan rumah sakit dalam
pemberian obat tersebut.Begitupula dengan pemberian obat oleh terapis
pernapasan dan selama situasi darurat juga harus dilakukan oleh tenaga ahli dan
terdokumentasikan.
b. Obat yang telah disiapkan untuk
pemberian, jika tidak digunakan maka harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.
c. Obat harus diberikan sesuai dengan
waktunya
d. Penderita yang akan diberi obat
harus diidentifikasi secara pasti atau positif dengan memeriksa setiap pengenal
nama penderita atau nomor rumah sakit, atau cara lain seperti yang telah
ditetapkan oleh kebijakan rumah sakit.
e. Obat-obat parenteral yang tidak
dicampur bersama dalam satu noodle harus disuntikkan pada tempat penyuntikan
berbeda atau secara terpisah, disuntikkan ke dalam tempat penyuntikan dari
perangkat pemberian dari suatu cairan i.v yang tersatukan.
f. Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus menerima salinan dari semua laporan
kesalahan obat atau kejadian lain yang berkaitan dengan obat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar